Wednesday, January 2, 2013

Transaksi Mencurigakan PPATK Laporkan 20 Anggota Banggar ke KPK

Home
Transaksi Mencurigakan
PPATK Laporkan 20 Anggota Banggar ke KPK

Rabu, 02/01/2013 - 19:38


JAKARTA, (PRLM).- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah mengirimkan 20 nama anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). PPATK menemukan transaksi mencurigakan yang berindikasi pidana.

Kepala PPATK Muhammad Yusuf mengatakan, 20 nama tersebut merupakan hasil dari analisa sekitar 2.000 transaksi mencurigakan di Banggar DPR RI yang sempat disampaikan kepada media Februari lalu.

"Dua puluh nama sudah dikirim ke KPK. (Dari nama-nama itu) yang sudah diproses antara lain Nazaruddin, Angelina Sondakh, dan Wa Ode Nurhayati, yang lain masih menunggu saya kira," katanya saat jumpa pers laporan akhir tahun 2012 di kantornya, Rabu (2/1/13).

Yusuf menjelaskan, PPATK menilai transaksi termasuk mencurigakan dengan melihat profil pribadi dan pekerjaan yang bersangkutan. "Misalnya dia anggota dewan dengan gaji sekitar Rp 60 juta per bulan, tidak punya pekerjaan lain, tapi transaksinya Rp 200 juta," tuturnya.

Sayangnya nama-nama anggota Banggar tersebut tidak bisa diumumkan kepada publik. Hal itu disebabkan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) melarang PPATK mengumumkan nama-nama yang dimaksud ke publik melainkan harus dilaporkan kepada penegak hukum.

"PPATK tidak punya sifat penakut, kita bekerja semata karena tugas. Undang-Undang melarang kita untuk membeberkan (nama) orang-orang itu," katanya.

Ia menambahkan, semua nama yang dilaporkan ke KPK itu tidak serta-merta langsung dipidanakan. KPK juga harus mempunyai bukti permulaan yang cukup untuk menjadikannya sebagai tersangka. "Ada kasus yang sudah kita kirim sejak 2011, baru diproses sebulan lalu. KPK ingin cari tahu dulu ini uang ini dari mana, bagaimana dapatnya, dengan siapa, dan sebagainya," kata Yusuf.

Ia mengatakan, pada 2013 PPATK akan fokus dengan sektor-sektor pengelola keuangan, termasuk Banggar DPR RI. "Kami tetap akan memeriksa transaksi anggota Banggar," katanya.

Ia mengatakan, darri kasus-kasus korupsi dan suap yang sudah terbongkar dan disidangkan diketahui sebagian besar menggunakan transaksi tunai. Tidak lagi dikirim melaluin transfer antarrekening. Oleh karenanya, PPATK bersama-sama dengan Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia sedang menyusun aturan untuk membatasi transaksi tunai. Transaksi tunai paling tinggi direncanakan hanya Rp 100 juta.

"Gubernur BI mengatakan karena aturan ini mengatur orang banyak, seyogyanya mereka yang mengatur. Sehingga harus bentuk Undang-Undang," katanya.

Tetapi ia menyadari pembuatan Undang-Undang membutuhkan waktu yang tidak sebentar, sehingga salah satu siasatnya ialah melalui penerbitan Peraturan Gubernur Bank Indonesia.

Yusuf menambahkan, aturan ini tidak dimaksudkan untuk menghambat kegiatan bisnis. Bisnis tetap bisa dilaksanakan tetapi dengan mematuhi peraturan yang ada. Dengan aturan ini Yunus yakin angkakorupsi akan turun signifikan.

"Kita butuh aturan ini karena dari fakta di lapangan dan persidangan, kasus suap itu pakai uang tunai. Kasus Banggar yang dilaporkan itu juga cash, sehingga sulit mencari siapa yang memberi dan kemana larinya uang. Sehingga penanganannya tidak sampai ke hulunya. Harapan saya dan perkiraan saya angka korupsi akan turun. Tidak mungkin orang mau terima suap dengan transfer," katanya.

Ia meminta kepada semua penegak hukum untuk menggunakan UU TPPU untuk menjerat semua orang yang menikmati uang hasil korupsi. Tidak hanya pelaku korupsi, semua orang atau keluarga yang ikut menikmati uang itu pun harus bertanggung jawab. PPATK sudah mempunyai kerjasama dengan 60 instansi penyedia jasa keuangan dan barang jasa. Semua siap memberikan laporan kepada PPATK jika menemukan transaksi mencurigakan. Hal itu akan memudahkan untuk menelusuri aset koruptor.

"Selama ini terlupakan penegak hukum. Harapannya penegak hukum tidak hanya menangkap dan memenjarakan, tetapi juga menelusuri asetnya sehingga bisa mengembalikan kerugian negara," kata Yunus. (A-170/A-88)***
http://www.pikiran-rakyat.com/node/217350